Kemarau Basah 2025 : Apa yang Harus Dilakukan Petani?

Petani disarankan memilih varietas tanaman yang tahan air dan memanfaatkan teknologi pertanian berbasis data cuaca

WARTATANIWONOSOBO.COM – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia tengah mengalami fenomena kemarau basah. Kondisi ini ditandai dengan hujan yang masih turun meski kalender musim menunjukkan kemarau telah dimulai, dan diperkirakan akan berlangsung hingga Agustus.

Fenomena kemarau basah berbeda dengan musim hujan, karena hujan yang terjadi cenderung sporadis dan dipengaruhi oleh berbagai dinamika atmosfer global seperti La NiƱa, suhu muka laut yang hangat, serta pola angin monsun yang aktif. BMKG mencatat bahwa 403 dari total 703 Zona Musim telah mulai memasuki musim kemarau antara April hingga Juni, dengan wilayah Nusa Tenggara mengalami perubahan lebih awal.

Prediksi Puncak Kemarau

Puncak kemarau diperkirakan terjadi pada Agustus, namun durasinya akan lebih pendek dibandingkan rata-rata tahun-tahun sebelumnya, memengaruhi 298 zona. Meski sebagian besar wilayah mengalami curah hujan normal, intensitas hujan yang tetap tinggi berdampak signifikan pada sektor pertanian.

Kelembapan udara yang tetap tinggi menyebabkan lahan pertanian rentan tergenang air, memicu pertumbuhan hama, dan mempersulit petani menentukan jadwal tanam. Tanaman seperti jagung dan kedelai menjadi rawan gagal panen, sementara sistem pertanian tradisional harus dirombak agar lebih adaptif terhadap pola cuaca yang sulit diprediksi.

Solusi Menghadapi Kemarau Basah

BMKG mengimbau agar pemerintah dan masyarakat memperkuat sistem drainase, terus memantau informasi iklim, serta menyiapkan langkah mitigasi bencana. Petani disarankan memilih varietas tanaman yang tahan air dan memanfaatkan teknologi pertanian berbasis data cuaca. Sementara itu, edukasi tentang kesehatan dan kebersihan lingkungan juga menjadi krusial di tengah perubahan pola musim yang tidak menentu.

Fenomena ini mengingatkan bahwa perubahan iklim tidak lagi bersifat teoritis, melainkan nyata dan menuntut respons lintas sektor untuk menjaga ketahanan lingkungan dan pangan nasional. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *